Telusur Wayang: Wayang Garing
CMN 101 – Wayang Garing merupakan salah satu kesenian khas Serang, Banten. Bentuk penyajiannya berupa pergelaran wayang dengan menggunakan wayang kulit tanpa iringan gamelan dan tembang dari para sinden.
Jadi, Wayang Garing dimainkan oleh dalang seorang diri, sedangkan musik pengiring berasal dari mulut dan permainan tangan dalang yang beradu dengan benda-benda di sekitarnya. Wayang Garing termasuk sastra lisan Banten yang ditandai dengan ciri-ciri tuturan yang disampaikan dalang menggunakan bahasa daerah Banten, yaitu Jawa-Serang.
Pertunjukan Wayang Garing acap kali hadir pada acara pesta pernikahan dan hiburan khitanan di Kabupaten Serang, Banten. Istilah garing diberikan masyarakat yang berarti kering, karena pergelaran ini sangat sederhana, tidak ada gamelan dan tidak ada tembang dari para sinden.
Wayang yang digunakan dalam pertunjukan Wayang Garing terbuat dari kulit binatang. Hal ini jauh berbeda dengan wayang golek yang terbuat dari kayu, meskipun sama-sama dari Provinsi Jawa Barat.
Sedangkan dari segi cerita, Wayang Garing satu aliran dengan wayang purwa karena bersumber pada kisah-kisah dalam Mahabrata, Ramayana, dan Lokapala. Lakon-lakon wayang yang ditampilkan tidak dibawakan dalam bahasa Indonesia, tetapi dalam bahasa Sunda-Banten, atau bahasa Melayu logat Betawi.
Pertunjukan Wayang Garing memiliki keunikan yang membedakannya dengan pertunjukan-pertunjukan wayang lain, meskipun peralatan yang digunakan untuk mendalang sebenarnya hampir sama, yaitu kecrekan, cempala, layar, gedebok (batang pohon pisang), dan lampu.
Hal yang membuatnya berbeda adalah pertunjukan Wayang Garing tidak diiringi oleh alunan musik gamelan dan nyanyian merdu seorang sinden yang biasanya mengiringi pertunjukan-pertunjukan wayang. Pertunjukan Wayang Garing berlangsung sekitar 2-5 jam dan dapat dinikmati oleh para penonton dengan nyaman.
Sejak awal pertunjukan Ki Dalang menyapa tokoh masyarakat dan penonton. Sapaan tersebut dapat dikatakan sebagai forum “saweran”, sebagai bentuk komunikasi yang memperkuat ikatan penonton ke dalam pertunjukan. Komunikasi yang dihiasi dengan senda gurau antara dalang dengan penonton tetap terjalin hingga akhir pertunjukan.
Tokoh-tokoh yang ada dalam Wayang Garing memiliki kesamaan dengan tokoh wayang kulit pada umumnya, seperti tokoh Punakawan, Pandawa, dan Kurawa. Dalam Wayang Garing, Punakawan sering muncul dalam lakon “Goro-Goro”, yaitu babak pertunjukan yang berisi lelucon atau sindiran. Punakawan adalah tokoh yang menggambarkan para pembantu dan pengasuh setia Pandawa.
Cemuris merupakan tokoh khas yang ada dalam Wayang Garing. Tokoh Cemuris sebagai tokoh orang kecil yang ulet dan kuat oleh deraian kesulitan hidup. Cemuris digambarkan sebagai anak Semar dan sebagai tokoh penyedap dalam pergelaran Wayang Garing. (red)