Sasadu, Rumah Adat Dari Halmahera Barat
CMN 101 – Sasadu merupakan rumah adat suku bangsa Sahu di Halmahera Barat yang juga merupakan suku bangsa asli dan tertua yang ada di daerah tersebut. Di rumah ini, masyarakat adat Sahu biasa berkumpul dalam pertemuan-pertemuan.
Di Halmahera Barat, rumah ini lazim ditemui di setiap desa. Penggunaan Sasadu sebagai lokasi pertemuan masyarakat biasanya terkait dengan diselenggarakannya berbagai acara, misalnya ritual atau upacara adat seperti perayaan panen dan pemilihan ketua adat, dan menyambut tamu yang datang.
Meski demikian dapat pula Sasadu digunakan hanya untuk sekadar bersantai tanpa ada acara khusus. Secara etimologi, Sasadu berasal dari kata sadu yang dalam bahasa Sahu tidak punya arti apapun, sedangkan dalam bahasa Ternate artinya adalah menimba, dan sado berarti lengkap, genap bilangannya.
Sasadu dibangun di bagian tengah kampung atau desa dengan lokasi yang tidak jauh jalan. Hal ini dimaksudkan agar Sasadu bisa dijangkau dengan mudah sehingga orang-orang dari seluruh penjuru kampung bisa mendatanginya untuk berkumpul.
Sebagai produk budaya, Sasadu tidak luput dari perubahan. Bagaimana perubahan ini eksis di antaranya terlihat dari atap rumah yang dulunya biasa dibuat dari atap daun sagu, kini berganti dengan material seng.
Perubahan ini adalah dampak dari masuknya teknologi tahan api dari barang-barang fabrikan seperti genteng metal ataupun seng. Karena banyak terjadinya kebakaran jika menggunakan material alami tanpa adanya alat-alat penanganan kebakaran, maka di era modern lebih banyak digunakan atap seng.
Meski seng lebih aman dari api, namun sangat mengurangi nilai estetis bangunan asli. Di sisi lain, perubahan ini bukannya tidak terpantau oleh masyarakat karena ada pula keinginan untuk mempertahankan arsitektur rumah Sasadu agar jati diri sebagai orang Sahu tidak hilang.
Sasadu sendiri memang merupakan salah satu bagian dari alur perkembangan budaya Sahu dalam sejarah perkembangan. Sebelum ada Sasadu, masyarakat setempat tinggal di dalam rumah-rumah “koseba” di hutan. Rumah ini didirikan di atas tiang-tiang pancang yang ditancapkan ke tanah.
Tidak hanya di Halmahera Utara, Sasadu juga dapat ditemukan di luar daerah asalnya. Salah satunya terdapat di Jakarta Timur, tepatnya di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Di Anjungan Maluku Utara TMII, terdapat replika sasadu yang dapat disambangi oleh para pengunjung.
Berdasarkan informasi di situs resmi TMII, Anjungan Maluku Utara menggunakan Sasadu sebagai tempat pamer berbagai aspek budaya tradisional Maluku Utara lain seperti pakaian adat, alat musik, dan makanan khas.
Struktur konstruksi rumah Sasadu bukan hanya sekadar memiliki arti fungsional, namun juga filosofis. Dalam Sasadu, memang terkandung berbagai aspek yang merefleksikan arti, adat, dan budaya masyarakat setempat di samping nilai filosofisnya.
Hal yang bernilai filosofis dari Sasadu misalnya tampak dari bentuk bangunan yang dibuat dari kayu pohon kelapa dan bambu. Kemudian di bagian atap, terdapat bola-bola yang digantung pada bilah kayu di sisi ujungnya. Ini adalah simbol dari kaki yang memiliki makna kestabilan.
Arahnya juga dibuat merunduk sehingga tampak berlawanan arah dengan bagian atapnya yang mencuat ke atas. Ini memiliki arti kerendahan hati meski seseorang sedang berada di posisi puncak. Dari segi bentuk bangunan, Sasadu dibuat pendek.
Desain ini membuat setiap orang yang akan masuk ke dalamnya diharuskan menunduk terlebih dahulu. Hal ini memiliki arti agar semua orang diingatkan untuk selalu hormat dan patuh terhadap adat tanpa terkecuali.
Bagi orang Sahu, Sasadu adalah rumah yang diibaratkan sebagai kapal perang kerajaan Ternate yang disebut Kagunga. Sasadu dianggap sebagai Kagunga Tego-tego, yaitu kapal perang yang merapat ke pantai.
Filosofi ini adalah alasan mengapa Sasadu selalu dibangun secara membujur ke arah daratan dan gunung dan ditempatkan di tengah kampung.
Sisi filosofis lainnya adalah adanya dua kain berwarna merah dan putih yang dipasang di sambungan rangka rumah. Kain dua warna ini menjadi perlambang dari pemeluk agama Kristen dan Islam.
Dari sini, tercermin bagaimana umat beragama sehari-harinya bisa hidup berdampingan secara harmonis di Halmahera.
Ada sejumlah pintu masuk yang dimiliki Sasadu di setiap pojok bangunan dan masing-masing pintu memiliki filosofinya yang mencerminkan strukrur hierarki masyarakat Sahu.
Pintu yang berada di bagian pojok rumah dan di bawah atap segitiga adalah pintu yang digunakan oleh masyarakat dari seluruh lapisan. Sementara itu pintu di bagian tengah adalah yang digunakan oleh para petinggi lokal. (red)