NEWS

Pentingnya Mendengarkan Dalam Hidup Keluarga

Oleh: Rm. Hendrikus Dasrimin, O.Carm

Memaknai 29 Mei 2022 sebagai Hari Keluarga dan Hari Komunikasi

MALANG – Hari keluarga pertama kali diprakarsai oleh BKKBN di Lampung pada tanggal 29 Mei 1993, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Sejak saat itu, setiap tanggal 29 Mei selalu di peringati sebagai Hari Keluarga. Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil dalam masyarakat yang membentuk sebuah bangsa. Dalam Gereja Katolik, keluarga juga disebut sebagai “Gereja rumah tangga” (Ecclesia domestika). Keharmonisan dan kesejahteraan yang ada dalam keluarga tentu akan membentuk karakter bangsa yang hebat pula.

Dalam konteks Gereja Katolik, Hari Komunikasi Sedunia ditetapkan oleh Paus Paulus VI, pada tahun 1967. Perayaan ini diharapkan dapat mendorong umat manusia untuk merefleksikan peluang dan tantang yang diberikan oleh sarana komunikasi sosial modern kepada Gereja untuk mengkomunikasikan pesan Injil. Setiap tahun Gereja Katolik merayakan hari komunikasi sendunia pada Minggu Paskah VII, yaitu satu minggu sebelum Hari Raya Pentakosta. Tahun 2022 ini jatuh pada tanggal 29 Mei, di mana pada hari tanggal yang sama juga diperingati Hari Keluarga.

Menarik bahwa pada tahun ini Hari Keluarga dan Hari Komunikasi sedunia, diperingati pada hari yang sama. Bagi saya, keunikannya bukan terletak pada barengnya kedua peringatan tersebut, melainkan pesan dan makna dari kedua momen ini tersinkron satu dengan yang lainnya. Hal ini berangkat dari isi pesan yang disampaikan Paus Fransiskus, pada peringatan hari komunikasi sedunia tahun ini.

Tema Hari Komunikasi tahun 2022 ini adalah “Mendengarkan dengan Telinga Hati”. Paus Fransiskus mengawali pesannya dengan membeberkan fakta bahwa saat ini kita sedang kehilangan kemampuan mendengarkan orang-orang di sekitar kita, baik dalam hubungan yang biasa sehari-hari maupun ketika memperdebatkan isu-isu terpenting dalam kehidupan masyarakat.

Mendengarkan juga merupakan aspek penting yang sangat dibutuhkan dalam hidup berkeluarga. Bisa dibayangkan jika seorang istri tidak lagi mendengarkan apa kata suami, demikian pun sebaliknya suami tidak mau mendengarkan istrinya. Apa yang terjadi jika anak tidak mendengarkan nasihat orang tua dan orang tua tidak punya waktu untuk mendengarkan curahan hati anak-anak.

Bagaimana jadinya jika dalam sebuah keluarga, semuanya tidak saling mendengarkan. Pesan-pesan Paus Fransiskus berikut ini dalam menjadi permenungan kita bersama, khususnya yang perlu kita perhatikan dalam hidup keluarga. Paus Fransiskus mengutip kata-kata Santo Agustinus yang selalu mendorong orang untuk mendengarkan dengan hati (corde audire: hati mendengarkan).

Ketika kita mendengarkan, kita tidak hanya menerima ucapan kata-kata secara lahiriah yaitu hanya melalui telinga, tetapi juga secara rohani yakni melalui. St. Agustinus berkata: “Jangan menaruh hatimu di telinga, tetapi taruhlah telinga di dalam hatimu”. Anak-anak yang lebih cenderung keluar dari rumah dan mencari kesenangan di luar, bisa jadi sebagai akibat mereka kurang didengarkan.

Mereka lebih muda untuk curhat dengan temannya di luar (termasuk melalui medsos), daripada menyampaikan persoalan yang dialaminya kepada orang tua. Orang tua harus bisa memberikan rasa nyaman, mendengarkan dengan hati setiap persoalan yang dialami oleh buah hati. Demikian pula antara pasangan hidup, sikap mendengarkan dengan hati adalah unsur yang sangat penting.

Mendengarkan adalah unsur pertama yang sangat diperlukan dalam dialog dan komunikasi yang baik. Komunikasi tidak akan terjadi jika tidak terlebih dahulu mendengarkan, dan tidak ada jurnalisme yang baik tanpa kemampuan mendengarkan. Mendengarkan selalu membutuhkan kesabaran dan kemampuan untuk membiarkan diri sendiri dikejutkan oleh kebenaran, bahkan jika hanya sebagian dari kebenaran pada orang yang sedang kita dengarkan.

Pertengkaran dalam rumah tangga sering terjadi karena orang tidak saling mendengarkan. Istri lebih mendengarkan apa kata tetangga daripada apa kata suami. Mendengarkan memberikan peluang untuk membangun diskusi dan mencari solusi pemecahan masalah. Sikap hidup yang hanya mau didengarkan dan tidak mau mendengarkan membuat kita tertutup dengan kebenaran yang ada di luar diri kita.

Di dalam Gereja ada kebutuhan besar untuk mendengarkan dan saling mendengarkan satu sama lain. Mendengarkan adalah hal yang paling berharga dan menghidupkan yang dapat kita tawarkan kepada sesama dalam persekutuan. Bersedia memberi sedikit waktu kita secara bebas untuk mendengarkan orang lain, merupakan tindakan pertama dari amal kasih. Dalam hal ini sekali lagi ditegaskan bahwa mendengarkan satu sama lain sangat dibutuhkan dalam keluarga sebagai gereja mini.

Butir-butir pesan Paus Fransiskus ini disampaikan pada 24 Januari bertepatan dengan pesta Santo Fransiskus de Sales, pelindung para jurnalis. Semoga pesan ini dapat menginspirasi banyak orang untuk bersedia “mendengarkan”, khususnya dalam dalam hidup keluarga. Selamat Hari Keluarga & Hari Komunikasi Sedunia.

 

%d blogger menyukai ini: