Daniel Rohi: Saya Membuka Diri Untuk Aspirasi Di Pedesaan
MALANG – Di masa reses ini, anggota DPRD Prov. Jatim dari komisi B, Daniel Rohi (kamis,2/6/2022), menyatakan membuka diri tanpa sekat dari warga Kota Batu, Kabupaten Malang dan Kota Malang. Saat ditemui di sela-sela kunjungan kerjanya, dirinya mengaku sudah menerima berbagai aduan maupun masukan, terkait komisi yang ia bidangi di parlemen.
“Selama beberapa hari ini, saya sudah mendengar berbagai keluhan, aduan, masukan, dan lain-lain dari masyarakat. Semua saya catat, ada yang langsung saya tanyakan, soalnya informasinya ada yang kurang detail. Mayoritas semua dari masyarakat yang di desa-desa. Ini penting bagi saya untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi,” ungkap dosen di salah satu perguruan tinggi ini.
Ia menjelaskan, ada status yang bersifat eksekutor, dan ini sering keliru dipahami masyarakat. Sedangkan masyarakat, sifatnya aspirator, dari sinilah ia sebagai anggota parlemen menghubungkan antara aspirator ke eksekutor, agar eksekusi segala aduan atau keluhan terealisasi.
Khusus infrastruktur, ia menjelaskan sejelas-jelasnya terkait kewenangan infrastruktur itu sendiri, sehingga masyarakat tahu arah aspirasinya dilarikan ke instansi yang mana. Disamping itu, usulan infrastruktur itu perlu disampaikan terlebih dulu ke eksekutor, dan eksekutor yang akan menentukannya.
“Rata-rata sebagian masyarakat ada yang tahu larinya kemana, sebagian tidak tahu, ini perlu wawasan bagi mereka. Semua keluhan atau aduan harus disesuaikan instansi terkait, kalau di tingkat provinsi berarti arahnya ke provinsi, kalau di kabupaten, arahnya ke kabupaten, kalau arahnya ke desa, langsung ke kepala desa. Saya menjembatani aspirasi mereka sesuai instansi terkait,” lanjutnya.
Merespon potensi pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan di Malang, Daniel Rohi menilai perlu ada perhatian khusus dari semua instansi terkait. Menurutnya potensinya cukup besar, namun masih ada kendala non teknis yang dialami petani atau peternak. Terkait pemanfaatan, ia menganggap semua petani dan peternak bertipikal ‘fighter’ untuk terus berupaya meningkatkan ‘devisa’ rumah tangga mereka.
“Potensinya besar, misalnya sapi perah, sapi ini banyak sekali yang dipelihara masyarakat. Hasil susu perahan rata-rata cukup bagus, seperti di Ngantang dan Pujon. Komunikasi antara peternak dengan koperasi juga bagus, harga jual beli susu menyesuaikan kualitas kuantitas susunya. Ketersediaan pakan sapi perah juga tercukupi,” jelasnya.
Terkait PMK (penyakit mulut dan kuku), ia sudah menekankan kepada masyarakat untuk segera cepat lapor, bila ada indikasi penyakit tersebut. Ia juga mendorong peternak mencegah, sekaligus mengantisipasi penularan PMK di desa-desa.
Dari kunjungan kerjanya ke beberapa tempat, ia tertarik terhadap dunia pariwisata yang berlatarbelakang peradaban masa lalu. Objek pariwisata tersebut bertebaran di desa-desa, ada yang berstatus bangunan atau benda kuno, ada juga tempat-tempat yang diwarnai misteri, mistis dan mitos dari kearifan lokal.
“Objeknya sudah ada, tidak perlu lagi buat objek, objeknya berasal dari jaman dulu. Ini kalau dibikin pariwisata yang dikerjakan profesional, bisa mendatangkan pendapatan bagi masyarakat sekitarnya. Yang punya sepeda motor bisa ngojek ke lokasi, yang punya dagangan bisa dapat uang dari pembeli yang datang,” kata Daniel Rohi.
Sejauh yang diketahuinya, banyak tempat yang memiliki peninggalan peradaban masa lalu di desa-desa, namun tidak di ‘manage’ profesional, agar bisa mendatangkan uang bagi masyarakat setempat. Tempat-tempat tersebut mayoritas berstatus tempat ‘jujugan’ spritualis, punden desa atau dusun.
“Yang saya maksud pariwisata baru, bukan yang sudah dikenal luas, tapi objek yang jarang diketahui publik atau mungkin tidak tahu sama sekali. Contoh Candi Singhasari, ini candi sudah terkenal, sudah banyak orang yang tahu. Bukan yang seperti ini yang saya maksudkan, tapi yang ada di desa-desa, yang jarang diketahui, bahkan tidak tahu sama sekali,” lanjutnya.
Ia mengaku sudah mendengar masukan dari beberapa orang terkait objek pariwisata pedesaan yang berlatarbelakang peradaban masa lalu. Tapi ia belum menindaklanjutinya, lantaran perlu bertemu langsung dengan masyarakat yang berkompeten untuk merespon adanya potensi pariwisata di desa-desa.
Ia berniat mendatangi langsung di desa-desa yang memiliki potensi pariwisata dari bangunan atau benda peradaban masa lalu, dan ingin mendengar langsung dari masyarakat apa saja yang dibicarakan, terkait potensi pariwisata ‘level’ pedesaan, sekaligus menyampaikan ‘uneg-unegnya’ ke instansi terkait.
“Saya perlu mendatanginya, soalnya saya perlu mendengar langsung dari masyarakat. Bagaimana masukannya, apa yang ingin disampaikan, nantinya mereka membicarakan pariwisatanya seperti apa, ini perlu dibicarakan langsung, ini nanti larinya ke tingkat kabupaten atau provinsi, atau larinya cukup di tingkat desa. Yang jelas, saya akan mencatat semuanya, nanti saya sampaikan ke instansi terkait,” pungkasnya. (red)