Daniel Rohi: Punden Berpotensi Jadi Objek Wisata Peradaban Kuno
MALANG – Daniel Rohi optimis, potensi besar ada di depan mata, apabila kelak Perda (Peraturan Daerah) tentang Pemberdayaan Desa Wisata diberlakukan. Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dari Komisi B tersebut berkeyakinan, Perda itu mendorong peningkatan perekonomian masyarakat desa melalui ekonomi kreatif, khususnya bidang pariwisata.
Via sambungan whatsapp kepada konstituennya di Batu dan Malang, Daniel Rohi menjelaskan, DPRD Prov. Jatim berupaya secepatnya merampungkan Perda Desa Wisata tersebut. Perda Desa Wisata ini dirancang ‘pro’ terhadap masyarakat pedesaan, dalam artian ekonomi kerakyatan.
Ia berharap geografis pedesaan yang didominasi areal pertanian tidak berubah karakteristiknya, karena tergusur atau dialihfungsikan ke sektor pariwisata. Ia menganggap, sektor pertanian harus tetap dominan di pedesaan, sedangkan sektor pariwisata adalah ‘bonus’.
“Ada potensi disitu, makanya Perda ini penting. Yang namanya wisata, disitu ada lapangan kerja, bisa usaha mikro, bisa ultra mikro, atau dua-duanya. Ada saling membutuhkan dan dibutuhkan, itu sudah pasti. Disinilah domino effectnya muncul, ada wisata, berarti ada pengunjung,” kata anggota legislatif yang juga dosen di Perguruan Tinggi ini.
Lanjutnya,”Pengunjung butuh makanan, butuh transportasi, butuh sesuatu yang dibawa pulang. Yang kedatangan pengunjung, harus jeli melihat peluang bisnis disitu. Peluangnya bisa kuliner menu-menu pedesaan, ojek, bisa souvenir juga.”
Menurutnya, wisata yang menonjolkan kearifan lokal, seharusnya diikuti kesenian dan kebudayaan yang eksis di desa dimana tempat wisata itu berada. Bilamana desa itu memiliki paguyuban jaranan, hendaknya diusahakan ditampilkan ke publik, sekaligus menjadi daya tarik pengunjung.
“Misalnya di Malang, dari Kasembon sampai Pujon, ada desa-desa yang pundennya ini punya potensi besar jadi ikon. Saya tidak bicara klenik atau sejenisnya, itu kearifan lokal, saya bicara sisi potensi wisatanya,” jelas Daniel Rohi.
Lanjutnya,”Ternyata, batu-batu yang ada di punden itu, asal usulnya benda dari peradaban kuno. Ini menarik, tidak usah lagi buat objek, karena objeknya sudah ada, tinggal bagaimana memanage secara profesional. Apalagi setiap punden itu punya historis, ini menarik, jadi tidak usah lagi ngarang-ngarang cerita, karena cerita rakyatnya sudah ada.”
Ia tidak membantah, bahwa mayoritas cerita rakyat yang mengiringi eksistensi punden di desa-desa bergenre ‘Misteri, Mistis dan Mitos’. Tapi, ia menghimbau cerita-cerita rakyat itu tak perlu dibantah atau diperdebatkan, karena cerita itu muncul bersumber dari kearifan lokal.
“Kalau punden ini sebenarnya punya nilai plus untuk urusan kemajemukan pengunjung. Yang punya jiwa pecinta benda-benda peradaban kuno, pasti tertarik datang. Yang punya jiwa spritualis, pasti ingin melihatnya langsung. Yang punya jiwa arkeologi, pasti tertarik meneliti sejarahnya. Yang punya jiwa medsos, kalau tidak upload ke youtube, larinya ke facebook, bisa juga ke instagram. Masih banyak macamnya, tidak bisa saya jelaskan satu-satu,” ungkap Daniel Rohi.
Selain kemajemukan pengunjung, ia juga menjelaskan domino effect dari kemajemukan bisnis yang mendampingi keberadaan punden, yaitu barang-barang yang ‘mustahil’ dijual di tempat-tempat wisata umumnya, seperti kemenyan, dupa, kembang dan lain-lain. Menurutnya, kejelian masyarakat sekitar diperlukan untuk mencermati ‘rantai’ saling membutuhkan dan dibutuhkan, terkait keberadaan pengunjung di tempat wisata.
“Modernisasi telekomunikasi berbasis internet bisa dimanfaatkan, akses instant yang serba online bisa jadi pendorong munculnya domino effect di sekitar lokasi wisata. Keterjangkauan jaringan internet sudah hampir merata di pedesaan, karena hampir semua orang ponselnya sudah android,” pungkasnya. (red)