NEWS

Candi Glagahan, Ternyata Pernah Jadi Destinasi Wisata Dadakan Terfavorit

JOMBANG – Candi ini berada Dusun Glagahan, Desa Glagahan, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang. Dari nama desa ditemukannya candi, kemudian bangunan kuno ini pun disebut Candi Glagahan. Karena ditemukan di Desa Glagahan, maka candi ini disebut Candi Glagahan dan telah terdaftar sebagai bangunan cagar budaya oleh BPCB. Kini rumah yang memiliki lahan itu ditinggali oleh salah satu putra Bu Tonah yang sekarang menjabat Ketua RT setempat.

Diperkirakan bangunan ini merupakan bangunan suci yang disebutkan dalam Prasasti Poh Rinting berdasarkan pembacaan:
3. tangkilanya datang mangaciwuada i crï maharaja ma
4. rgga samgat momahumah anggehan umajarakan haswa
5. tantranikauang cïma kabikuan i poh rinting tan kata
6. mau dening patih wahuta muang saprakaraning mangila

Prasasti Poh Rinting sendiri, sementara ini merupakan prasasti tertua yang ditemukan di Jombang. Prasasti ini merupakan peninggalan Mpu Sindok pendiri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang periode Jawa Timur. Prasasti ini bertarikh 28 Oktober 929 M atau 851 Saka, berisi tentang penetapan desa sima.

Dinyatakan pula dalam batu bertulis yang ditemukan di Glagahan, bahwa Dang Acarya membuat permohonan kepada raja supaya daerahnya dijadikan perdikan karena di kawasannya terdapat bangunan suci. Sang Prabu pun mengabulkannya, dengan menetapkan Desa letak prasasti Poh Rinting berada sebagai desa sima. Sedangkan masyarakat desa sekitar bangunan suci berkewajiban untuk memeliharanya.

Siapa jelasnya Dang Acaryya yang dimaksud di sini tak bisa diketahui karena nama dirinya tidak terbaca. Dang Acaryya merupakan gelar untuk pendeta penganut sekte siwa. Dang Acaryya atau Dang Acharyya ini agaknya merupakan posisi penting di desa setempat yang punya akses langsung kepada raja. Terbukti pula, dari permohonannya, pengukuhan desa sima diwujudkan. Jadi posisinya jelas bukan main-main karena mampu membuat permohonan yang dikabulkan raja.

Penanggalan Prasasti Poh Rinting yang katanya ditemukan dalam kompleks candi menyatakan angka tahun 851 Caka. Pembacaan tanggal pun dikonversikan menjadi 28 Oktober 929 M yang kala itu masuk dalam era pemerintahan Mpu Sindok. Jadi diperkirakan bangunan ini merupakan peninggalan dari Kerajaan Medang. Kini Prasasti Poh Rinting pun juga sudah diusung ke Museum Purbakala di Trowulan dengan nomor inventaris 82.

Penetapan sima bisa dilakukan dengan menghadirkan perangkat desa beserta warga setempat yang biasanya berasal dari penduduk sekitar wilayah perdikan. Penetapan ini mirip dengan acara ‘peresmian’ masa kini yang disertai dengan perayaan. Biasanya pesta diakhiri dengan pemberian pasek-pasek sebagai persembahan yang berwujud bahan pakaian, uang, perak, bahkan emas.

Ada banyak pertimbangan dalam pengukuhan tanah perdikan. Pemberian status desa sima juga dilakukan untuk pengembangan wilayah sehingga agar kawasan yang kurang penting jadi lebih menarik bagi petani. Pengembangannya bisa berupa pemukiman, atau kawasan pertanian, atau bentuk agraris lainnya. Pada akhirnya dapat memperluas pemukiman sehingga makin mantap jadi wilayah yang strategis.

Pengukuhan suatu wilayah menjadi daerah perdikan dapat merupakan anugerah raja kepada seseorang atau penduduk karena telah berjasa bagi negara. Selain itu juga bisa karena dalam wilayah tersebut terdapat bangunan suci yang bisa mendatangkan pendapatan dari para peziarah. Agaknya, penetapan perdikan yang tertera dalam Prasasti Poh Rinting disebabkan karena adanya bangunan suci ini.

Biasanya, pendapatan yang dihasilkan dari pendapatan kunjungan bangunan suci akan dianugerahkan pada pejabat setempat sebagai pengelola kuil. Dari pendapatan itu pula, sebagai sumber biaya pemeliharaan bangunan suci. Selebihnya digunakan untuk membeli lahan baru, sehingga tanah tersebut dijadikan tambahan sawah sima bagi bangunan suci itu.

Tak dijelaskan rinci di dalam Prasasti Poh Rinting bangunan suci jenis apa sehingga mampu mendapat persetujuan Sang Maharaja hingga dikukuhkan sebagai daerah istimewa berstatus desa sima. Namun Candi Glagahan sementara ini diduga kuat sebagai bangunan yang dimaksud dalam Prasasti Poh Rinting.

Selama ekskavasi di tahun 1981, para penggali cukup kerepotan dengan bancarnya air yang memancar. Candi tersebut yang terbuat dari batu bata merah kuno dengan ukiran cantik di berbagai sisinya dan terkubur di kedalaman sekitar dua meter dari permukaan tanah era modern. Ukuran candi utama sekitar 2,6m x2m dengan struktur batu bata sebagai dinding yang mengelilinginya.

Ada pula beberapa batu bata berukir yang sampelnya kini dibawa peneliti arkeologi Jatim ke Trowulan. Melihat bentuknya dan pancaran air yang hampir merendam lokasi, candi ini diperkirakan berjenis petirtaan mirip Candi Tikus dan Situs Candi Petirtaan Sumberbeji.

Ditemukan banyak penemuan yang didapatkan kala penggalian. Mulai batu bata merah kuno berukir cantik, maupun pecahan gerabah, dan masih banyak lainnya. Bahkan disebutkan kala itu juga ditemukan patung kecil dari logam yang kini sudah tak diketahui keberadaannya. Sedangkan keluarga Bu Tonah, masih mempertahankan sebuah tembikar yang kini disimpan rapi di dalam rumah.

Di sisi lain, kala itu animo masyarakat begitu tinggi terhadap penemuan Candi Glagahan sehingga lokasinya selalu dipenuhi oleh pengunjung yang ingin melihat bangunan kuno ini. Mungkin viral istilah masa kininya. Mereka tampak antusias dengan penemuan benda purbakala yang ada di Jombang, hingga akhirnya sempat menjadi destinasi wisata dadakan. (red)

 

 

%d blogger menyukai ini: